Jurnal Syntax Transformation

Vol. 1 No. 10, Desember 2020

p-ISSN : 2721-3854 e-ISSN : 2721-2769

Sosial Sains

 

TANTANGAN DAN SOLUSI TERHADAP KETIMPANGAN AKSES PENDIDIKAN DAN LAYANAN KESEHATAN YANG MEMADAI DI TENGAH PANDEMI COVID-19

 

Winda Fitri , Melvina Octaria, Irvanaries, Novy Suwanny, Sisilia dan Firnando

Universitas Internasional Batam, Indonesia

Email: winda@uib.ac.id, melvinaoctaria@gmail.com, irvanariestan@gmail.com, Novitjang@gmail.com, Sisilialee20@gmail.com dan khuangfirnando@gmail.com

 

INFO ARTIKEL

ABSTRAK

Diterima 2 Desember 2020

Diterima dalam bentuk revisi

10 Desember 2020

Diterima dalam bentuk revisi

15 Desember 2020

Penyebaran COVID-19 menimbulkan masalah di banyak sektor dalam kehidupan sehari-hari banyak orang, di banyak sektor publik. Platform pendidikan dipaksa untuk online, meskipun akses ke internet kurang. Selain itu, permasalahan seperti tuntutan untuk memberikan akses kerja praktek untuk mendongkrak kinerja Tujuan Pembangunan Berkelanjutan membutuhkan banyak penyesuaian. Selain itu, masalah kesehatan juga menghadapi masalah yang sama. Status quo menunjukkan bahwa akses layanan kesehatan belum layak untuk semua orang karena masih banyak kabupaten yang belum memiliki akses. Masalah lain yang muncul adalah kurangnya fasilitas yang disediakan untuk mendukung pelayanan kesehatan. Dengan demikian, tujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan tidak akan pernah tercapai karena fasilitas pelayanan kesehatan akan dituntut untuk dapat dimanfaatkan untuk memerangi dan menangani Korban COVID-19. Hal ini memaksa masyarakat untuk melakukan perubahan besar dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti menerapkan social distancing, memakai masker, dan menerapkan protokol keselamatan yang diberikan.

Kata kunci:

COVID-19; pengetahuan; kesehatan; protokol keamanan dan tujuan pembangunan berkelanjutan;

 



Pendahuluan

Berakhirnya MDGs (Millenium Development Goals) pada tahun 2015 masih menyisakan banyak kekurangan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan akses terhadap pendidikan yang belum merata, rasio angka kematian yang tinggi dan timbulnya serangkaian isu sosio-ekonomi di masyarakat. Bahkan sektor lingkungan pun belum memiliki jawabannya selama kurun waktu lima belas tahun pembangunan. Salah satu target pencapaian MDGs dalam mengurangi angka kematian ibu hingga sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup tampaknya membutuhkan kerja keras lebih dalam pencapaiannya di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, angka kematian ibu pada tahun 2015 masih cukup jauh dari target, yakni sebesar 305 per 100,000 kelahiran hidup (Prajapat et al., 2020). Pada tahun 2015 Bapennas menyebutkan bahwa dari 67 indikator MDGs, 49 telah tercapai. Namun, perlu diingat bahwa bukan berarti Indonesia telah bebas dari permasalahan-permasalahan dalam pemenuhan kesejahteraan Rakyat Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 25 September 2015 para pemimpin dunia secara resmi mengesahkan Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang dikenal dengan istilah SDGs (Sustainable Development Goals) sebagai kesepakatan pembangunan global. Pengesahan SDGs dijadikan sebagai tolak ukur dan salah satu upaya kelanjutan terhadap pembangunan di Indonesia hingga tenggat waktu tahun 2030. Program SDGs mengalokasikan rencananya ke dalam 17 tujuan, 169 target, 232 indikator global dan 319 indikator nasional. Beberapa di antaranya yang memerlukan perhatian khusus adalah target pemerintah untuk mewujudkan kehidupan yang sehat dan sejahtera serta pendidikan bermutu (Singhal, 2020).

          Berbeda dengan MDGs, melalui SDGs seluruh pihak dalam pembangunan turut berperan serta dalam pencapaian tujuan SDGs. Rancangan SGDs yang bersifat partisipatif melibatkan pemerintah, swasta, dan sektor lainnya dalam Pendidikan bermutu, kesehatan yang baik, serta kesejahteraan merupakan unsur fundamental dalam SDGs. Tingkat kehidupan dan kesehatan yang tinggi dapat meningkatkan produktivitas masyarakat. Selain itu, peran pendidikan berkualitas untuk menunjang kualitas sumber daya manusia untuk menjadi jauh lebih baik akan menjadi faktor penting dalam pengembangan Pembangunan Berkelanjutan.

          Di tengah perjalanan aksi SDGs, mewabahnya Pandemi COVID-19 memberikan dampak terhadap target pencapaian SDGs terutama di bidang pendidikan, kesehatan, serta kesejahteraan masyarakat. Kehadiran Pandemi COVID-19 menyebabkan kesenjangan dan perubahan gaya hidup maupun pola interaksi masyarakat. Deputi Bidang Kemaritiman dan SDA Kementerian PPN/Bappenas Arifin Rudiyanto dalam suatu kesempatan mengatakan bahwa sektor kesehatan di Indonesia perlu pembenahan baik dari segi akses, pelayanan, dan alat kesehatan. Untuk itu, telah diagendakan reformasi kesehatan nasional sebagai salah satu bentuk upaya antisipatif terhadap dampak yang ditimbulkan COVID-19. Persiapan para tenaga pendidik dalam mempertahankan kualitas pendidikan yang bermutu di situasi ini juga menjadi tantangan bagi tujuan ke-4 dari SDGs.

          Meskipun demikian, adanya Pandemi COVID-19 tidak serta merta menyebabkan tujuan SDGs tidak akan tercapai. Melainkan hanya akan memberikan dampaknya tersendiri terhadap bidang kesehatan dan pendidikan sebagai dua dari tujuh belas tujuan SDGs. Dampak ini perlu diantisipasi oleh seluruh aktor dalam pembangunan dengan melakukan penyesuaian strategi guna mencapai target SDGs dengan efektif dan efisien. Berdasarkan latar belakang demikian, tim penulis menyusun artikel dengan judul “Tantangan Dan Solusi Terhadap Ketimpangan Akses Pendidikan Dan Layanan Kesehatan Yang Memadai Di Tengah Pandemi Covid-19”. Artikel ini penulis susun dengan tujuan untuk meneliti dampak dan tantangan dalam pencapaian target SDGs dengan adanya COVID-19, serta menemukan solusi agar tujuan SDGs dalam menjamin kehidupan sehat dan sejahtera serta pendidikan bermutu bagi semua dapat tetap terwujud sesuai dengan rencana yang diharapkan .

 

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian hukum normatif atau biasa disebut dengan penelitian untuk keperluan akademis.  Metode yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan adalah melalui metode pelatihan. Penulis melakukan berbagai upaya-upaya pencegahan seperti pemberlakuan protokol kesehatan dalam melaksanakan kegiatan keahlian dan untuk mencegah penularan COVID-19 .

 

Hasil dan Pembahasan

a.    Tantangan terhadap Akses Pengetahuan dan Keahlian

     Program Prakerin untuk Siswa Sekolak Menengah Kejuruan (SMK). Salah satu target SDGS terkait pendidikan adalah memastikan bahwa mereka yang belajar mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Salah satu jenis sekolah di Indonesia yakni Sekolah Menengah Kejuruan adalah sekolah yang dipersiapkan untuk para siswa supaya siap masuk ke dunia usaha maupun dunia industri.

Untuk mendukung siswa supaya siap terjun ke lapangan kerja secara langsung, diadakan program khusus bagi mereka yaitu program magang atau disebut juga prakerin. Para siswa akan ditempatkan di perusahaan dan memperdalam keahliannya di perusahaan tersebut melalui magang yang diikutinya. Namun, di tengah pandemi COVID-19 ini, program tersebut menjadi terganggu. Misalnya, dilansir dari Medcom.id terdapat salah satu SMK yang ada di Provinsi Sumatera Selatan yang program prakerinnya terganggu akibat banyak perusahaan yang menerapkan bekerja dari rumah (Work From Home).

Selain faktor kebijakan pemerintah yang tidak mengizinkan siswa turun ke lapangan untuk prakerin, terdapat faktor lainnya juga yaitu banyaknya perusahaan yang tutup karena mengalami kerugian. Sehingga perusahaan yang tersedia untuk para sekolah bekerja sama, semakin sempit. SMKN 4 Semarang, Aji Jawoto AP adalah salah satu sekolah juga yang mengalami kendala terhadap program prakerin ini. Sesuai edaran dari Dinas Pendidikan, jadwal keberangkatan para siswa ke lapangan masih ditunda. Sementara itu dilansir dari Tribun-Bali.com, dinas pendidikan Bali mengeluarkan surat edaran untuk melaksanakan praktik atau pembelajaran di sekolah masing-masing.

Berhubung Bali merupakan kota wisata maka siswa cenderung akan memiliki minat terhadap sektor restoran maupun hotel. Risiko terjangkit virus COVID-19 sangat tinggi dalam lingkungan restoran dan hotel. Mengingat pelayanan serta akses hotel dan restoran di masa pandemi COVID-19 ini cukup sepi, kurangnya ilmu dan pengalaman yang bisa mereka peroleh secara nyata di lapangan dinilai kurang efektif. Jadwal prakerin di Bali juga belum mendapat kepastian kapan akan dilaksanakan kembali. Surat Edaran Dinas Pendidikan Bali yang dikeluarkan pada tanggal 14 Maret 2020 lalu menyatakan bahwa prakerin akan dilaksanakan kembali jika kondisi memungkinkan.

Dilansir dari Voa Indonesia, Dinas Pendidikan Jawa Timur dengan surat edarannya pun menarik pulang siswa yang masih prakerin untuk diliburkan. Meski masih ada beberapa sekolah di Jawa Timur yang masih belum melaksanakan perintah dari Dinas Pendidikan Jawa Timur tersebut. Begitu juga dengan Jawa Tengah, dilansir dari TribunJateng.com, bahwa salah satu syarat kelulusan para siswa SMK adalah adanya nilai prakerin. Namun karena tidak dapat berjalannya prakerin hingga waktu yang belum diketahui, nilai prakerin diganti menjadi nilai praktik di sekolah.

Oleh karena itu, rata-rata sekolah akan mengadakan prakerin kembali jika kondisi sudah kondusif, yaitu ketika pandemi COVID-19 sudah berakhir dan dipastikan sudah aman untuk para masyarakat terjun kembali ke lapangan, sebagaimana disampaikan oleh Kepala Seksi Kurikulum Bidang Pembinaan SMK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB, Umar, S.Sos., MM. Menurut Umar, S.Sos., M.M, akibat pandemi COVID-19 banyak perusahaan atau dunia industri yang belum beroperasi dengan baik alias belum stabil. Hal ini menjadi dampak serius jika dikaitkan dengan tujuan SDGs pada bidang pendidikan, dimana salah satu targetnya adalah memastikan pelajar Indonesia mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, sementara program untuk mengasah para pelajar tidak dapat dijalankan secara efektif ditengah pandemi COVID-19.

b.    Pembelajaran Jarak Jauh

       Untuk mengatasi permasalahan pendidikan di tengah pandemi COVID-19 ini supaya bisa tetap berjalan dengan lancar, pemerintah mengeluarkan kebijakan baru yaitu belajar secara daring. Program dadakan yang dibuat oleh pemerintah ini menjadikannya belum matang sehingga terdapat banyak kelemahan. Berikut diuraikan permasalahan yang timbul selama pembelajaran jarak jauh.

c.     Media Pembelajaran

       Menurut BDKJakarta Kementrian Agama RI, kebijakan pemerintah dalam menerapkan metode daring ini mulai efektif dilaksanakan pada tanggal 16 Maret 2020 dan diikuti oleh provinsi lainnya. Tetapi sayangnya hal tersebut tidak berlaku secara merata, karena terkendala oleh media pembelajaran seperti handphone, laptop, atau komputer. Menurut Kompas, siswa yang terkendala terutama siswa yang berasal dari daerah terbelakang, terdepan, dan terluar (3T) serta siswa dari keluarga miskin.

Berdasarkan data Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pada April 2020, menunjukkan bahwa 40.779 atau sekitar 18% sekolah dasar dan menengah tidak ada akses internet dan 7.552 atau sekitar 3% sekolah belum terpasang listrik. Bahkan berdasarkan data FSGI, kondisi geografis menjadi kendala bagi siswa di Sulawesi Tenggara. Selain itu, kurangnya minat belajar siswa serta dukungan orang tua membuat pembelajaran jarak jauh kurang efektif. Sehingga dikhawatirkan bahwa para siswa-siswa ini tidak mendapatkan pengetahuan yang memadai untuk pendidikannya ke depan.

Hasil survey wahana visi Indonesia menyatakan bahwa sebesar 32% pihak yang tidak mendapatkan program belajar dalam bentuk daring maupun luring karena kurangnya fasilitas yang mendukung. Hal ini bisa menjadi pemicu terjadinya kesenjangan pendidikan yang makin lebar, karena mengalami ketertinggalan pemahaman kongnitif. Bahkan dilansir dari Kompas, di NTB masih belum ada akses listrik, sehingga kegiatan belajar siswa tidak terpantau.

Berkat terkendala media pembelajaran ini, terkadang ada kasus dimana murid yang biasanya diam namun di pembelajaran online menjadi aktif bertanya. Setelah ditelusuri ternyata itu adalah orang tua yang bersangkutan. Kurangnya media pembelajaran ini menyebabkan kehadiran murid dalam mengikuti pembelajaran jadi tidak dapat diawasi. Bahkan tidak sedikit kasus dimana dalam satu keluarga harus saling berbagi satu media pembelajaran untuk menunjang pendidikannya. Jadi pemakaian medianya harus giliran.

d.             Metode Pembelajaran Jarak Jauh

   Disamping fasilitas media pembelajaran yang belum memadai baik untuk pihak guru maupun murid, guru juga kesulitan dalam menemukan metode dalam pembelajaran jarak jauh ini. Hingga kini belum ada kurikulum yang disederhanakan agar para guru dapat memberikan pembelajaran secara efektif di daring ini. Masih adanya guru yang tidak aktif dalam mengikuti pelatihan membuat mereka masih menggunakan pola lama dalam mengajar, di mana hal tersebut tidak dapat diterapkan dalam pembelajaran jarak jauh yang sekarang. Menurut Ramli, dilansir dari Kompas, bahwa IGI telah melakukan 1.567 pelatihan guru yang melibatkan lebih dari 300.000 guru di seluruh Indonesia, tetapi angka tersebut masih kecil, mengingat bahwa total jumlah guru di Indonesia ada sekitar 4.500.000 orang.

Masih kecilnya angka guru yang mengikuti pelatihan yang diselenggarakan ini, disamping belum menemukan metode pembelajaran yang tepat, memicu permasalahan lain yaitu ada sebagian guru masih gaptek terhadap aplikasi yang digunakan oleh pihak sekolah. Jangankan aplikasi, bahkan di Gorontalo, tidak semua guru memiliki smartphone. Hal ini menunjukkan seberapa tidak meratanya pendidikan dan akses penunjang pendidikan di seluruh Indonesia.

Terbatasnya komunikasi secara langsung dengan guru yang bersangkutan, membuat para murid menjadi tidak aktif dalam kegiatan belajar mengajar, dimana hal tersebut tidak sesuai dengan Kurikulum 2013 yang diterapkan oleh Menteri Pendidikan Indonesia. Guru harus bisa mentransfer ilmu yang dimilikinya secara kreatif dan efektif di pembelajaran daring ini. Guru juga diharapkan dapat membangun interaksi, umpan balik, dari siswa, memastikan bahwa siswa memahami materi yang disampaikan dan ilmunya diserap dengan baik. Dan karena kegaptekan sebagian besar guru di Indonesia menjadi hambatan para guru untuk mendapatkan ide-ide kreatif dalam mengajar. Hal ini menjadi kekhawatiran, karena bisa menghambat tujuan pendidikan target yang pertama, dimana memastikan bahwa siswa menyelesaikan pendidikan primer dan sekunder yang gratis, setara dan berkualitas, yang mengarah pada hasil belajar yang relevan dan efektif.

Dilansir dari Menara 62, guru besar Universitas Indonesia, Rhenald Kasali, mengangkat suara, bahwa karena banyak guru yang masih gagap teknologi, bahkan untuk pengisian rapot akhir semester, masih membuat para guru kebingungan, karena tidak dapat menilai si murid secara langsung. Akhirnya para guru memilih mencocokkan saja, termasuk perilaku siswanya. Karena banyaknya permasalahan terkait guru yang tidak siap menghadapi pembelajaran jarak jauh, para guru pun menjadi bahan olokan di berbagai media sosial, seperti yang dilansir dari new.detik.com. Padahal di sini, guru jugalah korban kebijakan.

e.     Terancamnya Putus Sekolah

   Salah satu target tujuan pendidikan adalah memastikan semua anak mendapat akses terhadap pengembangan masa kanak-kanak secara dini yang berkualitas, juga pengasuhan dan pendidikan pra-dasar agar mereka siap untuk masuk ke pendidikan dasar. Namun, dilansir dari CNN Indonesia, kementrian pendidikan dan kebudayaan mulai mewaspadai kenaikan jumlah siswa putus sekolah atau penurunan angka partisipasi kasar di tengah covid-19 ini. Kekhawatiran ini muncul karena sepinya peminat di pendidikan anak usia dini dan taman kanak-kanak. Di duga bahwa pembelajaran jarak jauh lebih sulit dilakukan oleh anak usia dini, karena terkait pemahaman dan teknologi mereka masih belum cukup mahir serta masih membutuhkan bimbingan dari orang tua. Inilah penyebab orang tua mengurungkan niat untuk menyekolahkan anaknya ke PAUD.

Selain itu, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dilansir dari edukasi.sindonews.com, mengatakan bahwa banyak anak yang terpaksa mencari nafkah di masa pandemi ini, dan ada kekhawatiran terhadap perubahan persepsi orang tua di mana sekolah dianggap tidak memiliki peran penting lagi, karena tidak ada proses belajar-mengajar secara konvensional. Karena masalah ini, target pendidikan terkait mencapai kemampuan baca-tulis dan kemampuan berhitung juga terkendala, sehingga meningkatnya kembali buta aksara di Indonesia. Solusi Menghadapi Tantangan terhadap Akses Pengetahuan dan Keahlian. Pendidikan khususnya pengetahuan dan keahlian merupakan fondasi dasar untuk memenuhi target dari SDGs lainnya. Dalam upaya untuk memenuhi suatu maupun beberapa target SDGs yang telah ada tidak mungkin dapat dicapai tanpa mengindahkan atau mengandalkan pendidikan. Oleh karena itu, sangat penting untuk memberi perhatian khusus pada sektor pendidikan. Sektor ini merupakan inti sekaligus komponen penopang dari tujuan tujuan yang ada pada SDGs. Covid-19 menjadi penghambat bagi tercapainya pelaksanaan SDGs. Namun, tentunya juga dibutuhkan pengetahuan dan pastinya keahlian untuk memperbaiki ataupun merevisi rencana yang terpengaruh pada awalnya.

f.     Pemberlakuan Prakerin sesuai dengan Protokol dan Ketentuan yang Berlaku.

            Indikasi yang cukup mencolok dalam mengenali perbedaan antara Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan, yakni terdapat Prakerin dalam Sekolah Menengah Kejuruan demi mendukung siswa yang lebih condong kepada keahlian keahlian khusus yang tidak dapat dipelajari pada Sekolah Menengah Atas pada umumnya. Apabila terus menerus mendapat pembelajaran teoritis, maka para siswa di Sekolah Menengah Kejuruan tidak memiliki ciri khususnya yakni kesempatan untuk dapat terjun ke dalam dunia kerja lebih awal dibanding siswa Sekolah Menengah Atas. Pemasukan teori secara berkelanjutan tanpa disertai dengan adanya praktek akan mengurangi sumber ilmu yang dapat ditempuh oleh siswa yang memilih untuk menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan. Selain itu, pembelajaran mengenai keahlian keahlian khusus yang dapat diperoleh selama prakerin memiliki nilai tersendiri yang bisa mempengaruhi pembangunan berkelanjutan negara selama pandemi ini berlangsung.

          Terdapat beberapa isu mengenai pemberlakuan Prakerin ini melalui daring atau bisa disebut dengan online. Namun, terlepas dari adanya unsur yang mencakup praktek dalam pertemuan daring tersebut namun itu tidak mengubah fakta bahwa pertemuan daring tersebut tidak dapat berjalan se-efektif biasanya apabila diterapkan untuk program seperti Prakerin yang merupakan papan lompatan bagi murid murid yang akan terjun ke dunia kerja. Salah satu yang menjadi penghambat melalui pelaksanaan daring ini adalah perbedaan fasilitas yang disediakan masing masing institusi. Pihak instansi/perusahaan yang bekerja sama dengan sekolah sekolah tersebut dapat menyediakan fasilitas yang memadai, namun dalam pertemuan daring itu sangat dibutuhkan komunikasi dua arah guna memaksimalkan pembekalan ilmu. Dikarenakan pertemuan tatap muka di sekolah masih menjadi isu di Indonesia, maka alternatif dalam rupa siswa menggunakan fasilitas sekolah masih kurang efektif, menimbang dengan adanya fakta bahwa tidak semua sekolah memiliki sarana yang memadai maka alternatif itu tidak mencakup dan dapat didukung oleh seluruh  sekolah yang ada. Selain itu, tidak semua siswa mampu memiliki sarana untuk mendukung pembelajaran secara daring.

          Seperti yang dilansir Suara NTB, pemberlakuan pembelajaran Prakerin secara daring tidak hanya menghambat proses pembelajaran para siswa namun ini juga dapat menciptakan cambuk bagi para siswa yang akan terjun ke dunia kerja kelak yang dikarenakan kurangnya persiapan via Prakerin ini akan sulit untuk menyiapkan diri serta kesulitan untuk mengikuti arus dunia kerja yang ada. Hal ini juga akan terjadi apabila program Prakerin ini diberhentikan secara keseluruhan yang tentunya berujung pada ketidakseimbangan jumlah calon pekerja yang telah berbekal. Karena di satu sisi murid murid lulusan SMK cenderung memilih untuk langsung terjun ke dunia kerja sedangkan murid murid lulusan SMA cenderung memilih untuk lebih mengasah kemampuan melalui jalur universitas, meskipun ada yang memilih untuk terjun ke dunia kerja namun itu hanya sebagian kecil dari persentase yang ada.

          Berdasarkan Suara NTB, dibawakan pernyataan yang menyinggung mengenai pelaksanaan Prakerin namun tentunya sesuai protokol kesehatan yang berlangsung, seperti penggunaan masker dan menjaga sanitasi dengan menggunakan hand sanitizer, menjaga jarak ketika berinteraksi dll. Karena seperti yang telah disinggung diatas, apabila diberhentikan pelaksanaan prakerin ini, maka akan menjadi dampak buruk tersendiri bagi para siswa dan yang pada akhirnya akan berujung mempengaruhi dunia kerja diluar sana.

g.    Persiapan Pembelajaran Jarak Jauh

          Pembelajaran jarak jauh tidak terlepas dari pembelajaran secara daring. Berbeda dengan rintangan diatas mengenai Prakerin yang dihadapi siswa siswa SMK, justru pembelajaran secara online itu membantu dan mendukung tingkat perkembangan dan pembelajaran di seputar siswa siswa sekolah umumnya. Namun yang menjadi permasalahan adalah sekolah di Indonesia yang masih belum mendapat keistimewaan untuk menjalani pembelajaran secara online ini. Masih banyak beberapa daerah yang belum mendapat sarana listrik maupun internet. Namun bisa juga dikarenakan ketidakmampuan sekolah maupun siswa untuk mengakses internet maupun media elektronik

          Siswa di Gorontalo masih ada yang menggunakan radio dalam sistem pembelajaran mereka dikarenakan masih belum dapat mengakses jaringan internet. Di satu sisi,Alternatif yang kreatif karena para murid masih dapat mendapat ilmu dari guru pada sekolah mereka masing masing. Namun yang menjadi permasalahan adalah ini merupakan jenis pembelajaran one-way atau satu arah yakni dimana para murid hanya bisa mendengar namun tidak dapat memberi tanggapan. Dalam pembelajaran one-way, tidak terjadi interaksi antara peserta didik dan pendidik. Ini secara tidak langsung dapat membangun suatu karakteristik yang menyebabkan para murid menjadi lebih malas karena merasa tidak ada yang menanggapi dan mengawasi maupun menghargai hasil pembelajaran mereka.

          Pada era modern ini, kita terikat dengan internet sehingga akan lebih efektif apabila sektor pengembangan daerah yang tertinggal yang belum mendapat akses internet maupun listrik diberikan subsidi dan bantuan fasilitas jaringan tersebut. Upaya ini dapat membangun sektor lainnya juga, dimana apabila daerah daerah tersebut telah mendapat akses internet dan listrik, maka statistik pendidikan pada daerah tersebut juga akan meningkat secara bersamaan. Hal ini tentu tidak akan terjadi apabila tidak disertai dengan pelatihan maupun edukasi mengenai penggunaan sarana sarana pembelajaran tersebut secara efektif. Ada beberapa sekolah di Indonesia yang tidak dapat menjalankan sistem pembelajaran jarak jauh tersebut secara efektif dikarenakan kurangnya pengetahuan guru atas media pembelajaran yang digunakan atau bisa juga disebut gaptek. Penting juga bagi guru untuk memahami media media pembelajaran yang digunakan bersamaan dengan pemahaman murid murid mengenai media pembelajaran yang digunakan.

          Tantangan Tujuan SDGs Terkait Jaminan Kesehatan dan Kesejahteraan

Isu dalam bidang kesehatan selalu menjadi perhatian dalam agenda pembangunan, baik dalam tujuan Pembangunan Millenium (MDGs) maupun penerusnya yaitu Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Apabila dalam Pembangunan Millenium (MDGs) indikasi mengenai kesehatan terdapat dalam beberapa tujuan, misalnya menanggulangi kemiskinan dan kelaparan; menurunkan kematian anak; dan lain sebagainya. Maka melalui Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang tujuannya ditargetkan tercapai pada tahun 2030, isu mengenai kesehatan secara keseluruhan diintergrasikan ke dalam satu dari total tujuh belas tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Tujuan ini adalah tujuan ke-3 dari Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), yaitu menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan seluruh penduduk dalam seluruh cakupan usia. Kemudian tujuan in dijabarkan ke dalam 13 target yang harus dicapai pada tahun 2030. Dengan adanya tujuan terkait kesehatan dalam kedua agenda pembangunan menunjukkan bahwa masih adanya permasalahan baik dalam ruang lingkup nasional maupun global mengenai kesehatan yang perlu dituntaskan oleh seluruh pihak pemangku kepentingan dalam pembangunan.

Upaya-upaya dalam rangka pencapaian target-target tersebut diusahakan melalui kebijakan serta program dari sektor pemerintah maupun non pemerintah. Bagi Indonesia, strategi yang dilakukan ialah dengan mengadakan Program Indonesia Sehat yang kemudian ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan R.I. Nomor HK.02.02/Menkes/52/2015. Program Indonesia Sehat terdiri dari 3 pilar yakni paradigma sehat, pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan nasional. Namun baru setengah perjalanan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), dunia dilanda oleh pandemi COVID-19 yang memengaruhi hampir seluruh sektor kehidupan terutama sektor kesehatan. Berbagai kebijakan dan program yang diupayakan oleh intrumen pembangunan terhambat perkembangannya. Bahkan, pandemi COVID-19 yang mewabah dengan mendadak dan kecepatan tinggi ini sudah berada di luar kapasitas daripada indikator-indikator yang ditetapkan pemerintah dalam program untuk mendukung jaminan kesehatan dan kesejahteraan. Maka sudah sewajarnya apabila Indonesia maupun global kini tengah menghadapi tantangan besar dalam mencapai tujuan jaminan kesehatan dan kesejahteraan dalam Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) secara efektif dan efisien.

          Dalam target ke-8 dari tujuan menjamin kesehatan dan kesejahteraan, Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) menargetkan pencapaian cakupan layanan kesehatan secara universal, termasuk lindungan resiko finansial, akses terhadap layanan kesehatan dasar yang berkualitas dan akses terhadap obat-obatan dan vaksin yang aman, efektif, berkualitas dan terjangkau bagi semua. Sejak ditetapkan sebagai pandemi global oleh World Health Organization (WHO) pada Maret 2020, data sebaran COVID-19 di Indonesia selama kurang lebih delapan bulan per tanggal 3 Oktober 2020 sudah berada pada angka 299.506 pada kasus positif dengan total 11.055 pasien meninggal dunia. Tantangan terbesar dalam pencapaian target Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) selama masa Pandemi COVID-19 adalah kemampuan Indonesia dalam penyediaan layanan kesehatan, pengadaan fasilitas/alat kesehatan, serta akses obat maupun vaksin guna memerangi pandemi COVID-19.

          Menurut data, kasus terkonfirmasi positif COVID-19 di Indonesia sempat melonjak tinggi dari 1,301 menjadi 2,657 per tanggal 9 Juli 2020 hanya dalam kurun waktu satu minggu. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh berbagai lembaga survey, mayoritas masyarakat Indonesia masih mengkhawatirkan layanan kesehatan Indonesia misalnya pemasokan alat pelindung diri (APD), ketersediaan rumah sakit serta tes dengan biaya yang terjangkau, dan lain sebagainya. Selanjutnya, menurut laporan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, per tanggal 7 Mei 2020 sejumlah 1,887,985 alat pelindung diri (APD) telah didistribusikan untuk mendukung penanganan wabah virus COVID-19. Jumlah ini tidak dapat menampung rumah sakit rujukan COVID-19 di Indonesia. Proses pendistribusiannya yang melalui pemerintah pusat ke pemerintah daerah memakan waktu yang panjang dan rumit.

Jumlah minimal tes Polymerase Chain Reaction (PCR) harus dilakukan Indonesia apabila mengacu pada World Health Organization (WHO) yang menetapkan berdasarkan jumlah penduduk ialah 54,000 orang per hari. Sedangkan per tanggal 12 Juli 2020 tes PCR dilakukan terhadap 22,379 spesimen yang berarti masih berada di bawah target yang ditetapkan WHO. Selanjutnya jika dikaitkan dengan finansial, berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan dan BPJS Ketenagakerjaan telah terdapat 2,8 juta pekerja yang terkena dampak langsung akibat COVID-19. Dampak ini kemudian memengaruhi taraf hidup atau kemampuan masyarakat secara finansial dalam membayar biaya tes COVID-19. Tes PCR merupakan standar pemeriksaan Corona di seluruh dunia, namun di Indonesia tes ini dibatasi dan harganya dipatok maksimal sebesar Rp,900,000. Masyarakat yang terdampak ekonominya belum tentu mampu membayar biaya tes ini sehingga target Pembangunan Berkelanjutan untuk menyediakan layanan kesehatan secara menyeluruh bagi semua kalangan menjadi terhambat dengan adanya pendemi COVID-19. Demikian tantangan-tantangan yang dihadapi Indonesia dalam pencapaian tujuan ke-3 dari Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama dalam mencapai layanan kesehatan universal selama Pandemi COVID-19.

          Solusi Menghadapi Tantangan terhadap Jaminan Kesehatan dan Kesejahteraan

Upaya nyata yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi permasalahan yang dihadapi terkait jaminan kesehatan dicerminkan dari regulasi yang hadir dalam menjamin terlaksananya jaminan kesehatan dan kesejahteraan. Pemerintah memiliki ketentuan yang harus dilaksanakan oleh Pengusaha dan Pekerja dalam Pandemi COVID-19. Pengusaha diminta untuk memastikan tempat kerja, mesin, peralatan dan proses di bawah kendali mereka dalam kondisi aman dan tanpa risiko terhadap kesehatan terbebas dari risiko kesehatan ketika langkah-langkah perlindungan sesuai dengan Protokol COVID-19. Pengusaha harus diminta untuk menyediakan, pakaian pelindung yang memadai, alat pelindung diri, serta masker untuk mencegah, sejauh dapat dipraktikkan secara wajar, risiko kecelakaan atau dampak buruk terhadap kesehatan. Pakaian dan alat pelindung yang demikian harus disediakan, tanpa membebankan biaya apa pun kepada pekerja.

          ILO telah menerbitkan Daftar Pencegahan dan Mitigasi COVID-19 di Tempat Kerja sebagai upaya menyediakan tindakan praktis yang dapat mengurangi penyebaran pandemi COVID-19 di tempat kerja. Para Pekerja harus menaati Peraturan dengan menjaga Jarak fisik, serta menjaga Higienitas dan Kebersihan. Dengan demikian, upaya-upaya preventif masih dilakukan dan dipromosikan untuk mencegah dan mengurangi kemungkinan dan tingkat risiko penyebaran COVID-19. Upaya ini dilaksanakan untuk mengurangi dampak dari permasalahan akses kesehatan yang ada sampai pengembangan vaksin selesai.

 

Kesimpulan

Secara garis besar, persebaran COVID-19 di Indonesia memberikan dampak yang cukup signifikan dalam pencapaian tujuan-tujuan SDGs, terutamanya dalam tantangan terhadap akses pendidikan dan keahlian serta jaminan kesehatan dan kesejahteraan. Terkait akses pendidikan dan keahlian, salah satu indikasi dari pencapaian poin ini adalah akses bagi peserta didik untuk memiliki akses terhadap pendidikan dan keahlian yang diminati siswa. Salah satu perwujudannya adalah dengan keberadaan dari Sekolah Menengah Kejuruan. Dimana, dalam keadaan pendidikan yang tidak mungkin dilaksanakan secara non-daring dikarenakan COVID-19, maka akses untuk melaksanakan pendidikan keahlian memiliki tantangan yang berat. Terlebih lagi ketika program pembelajaran keahlian tertentu yang membutuhkan praktik secara tatap-muka.

Meskipun demikian, bukan berarti pelaksanaan program ini tidak akan berjalan. fasilitas Setiap tenaga didik tetap dapat mewujudkan pendidikan keahlian dengan metode-metode tertentu. Beberapa diantaranya adalah tetap melaksanakan pembelajaran secara tatap muka, namun tetap memperhatikan protokol kesehatan. Melakukan pembelajaran jarak jauh apabila memungkinkan, serta melakukan pemusatan sektoral yang efektif.

Pada jaminan kesehatan dan kesejahteraan, meninjau keadaan pada masa sekarang dimana akses terhadap fasilitas kesehatan masih minim, dimana masih banyak sekali daerah yang belum memiliki akses kesehatan memadai. Tantangan yang hadir dengan keberadaan COVID-19 adalah semakin tertutupnya akses terhadap fasilitas kesehatan dimana fasilitas tersebut akan memprioritaskan untuk menangani permasalahan terkait COVID-19 yang per harinya memiliki peningkatan jumlah kasus yang signifikan. Permasalahan lainnya adalah terkait ketersediaan fasilitas, seperti alat-alat penunjang (misalnya alat untuk melakukan PCR) yang tidak memenuhi demand masyarakat. Upaya yang sementara dapat dilakukan setiap pihak adalah untuk tetap mematuhi protocol kesehatan. Selain itu, pengembangan dan distribusi vaksin pun perlu dikejar untuk mengakhiri permasalahan-permasalahan terkait COVID-19, sehingga masyarakat bisa kembali mendapatkan akses terhadap fasilitas kesehatan sewajarnya.

Demi mencegah serta menanggulangi dampak buruk pandemi COVID-19 terhadap pencapaian tujuan SDGs terutama tujuan ke-3 dan ke-4 yaitu memastikan kehidupan yang sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua untuk semua usia, serta memastikan pendidikan yang inklusif dan berkualitas setara, juga mendukung kesempatan belajar seumur hidup bagi semua.

 

Bibliografi

 

COVID, T. C. D. C., & Team, R. (2020). Severe Outcomes Among Patients with Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)-United States, February 12-March 16, 2020. MMWR Morb Mortal Wkly Rep, 69(12), 343–346.

 

Kemendiknas, B. (2011). Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta: Pusat Kurikulum Dan Perbukuan.

 

Mahirah, B. (2017). Evaluasi belajar peserta didik (siswa). Idaarah: Jurnal Manajemen Pendidikan, 1(2).

 

Maunah, B. (2015). Implementasi pendidikan karakter dalam pembentukan kepribadian holistik siswa. Jurnal Pendidikan Karakter, 1.

 

Nasution, L. (2020). Hak Kesehatan Masyarakat dan Hak Permintaan Pertanggungjawaban Terhadap Lambannya Penanganan Pandemi Global. Jurnal Adalah : Buletin Hukum Dan Keadilan, 4, 19–28.

 

Prajapat, M., Sarma, P., Shekhar, N., Avti, P., Sinha, S., Kaur, H., Kumar, S., Bhattacharyya, A., Kumar, H., & Bansal, S. (2020). Drug targets for corona virus: A systematic review. Indian Journal of Pharmacology, 52(1), 56.

 

Singhal, T. (2020). A review of coronavirus disease-2019 (COVID-19). The Indian Journal of Pediatrics, 1–6.

 

Prajapat, M., Sarma, P., Shekhar, N., Avti, P., Sinha, S., Kaur, H., Kumar, S., Bhattacharyya, A., Kumar, H., & Bansal, S. (2020). Drug targets for corona virus: A systematic review. Indian Journal of Pharmacology, 52(1), 56.

 

Singhal, T. (2020). A review of coronavirus disease-2019 (COVID-19). The Indian Journal of Pediatrics, 1–6.

 

Zu, Z. Y., Jiang, M. Di, Xu, P. P., Chen, W., Ni, Q. Q., Lu, G. M., & Zhang, L. J. (2020). Coronavirus disease 2019 (COVID-19): a perspective from China. Radiology, 200490.

 

He, F., Deng, Y., & Li, W. (2020). Coronavirus disease 2019: What we know? Journal of Medical Virology, 92(7), 719–725.

 

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2016.

 

C, Brillianur Dwi, et al. Analisis Keefektifan Pembelajaran Online di masa Pandemi Covid-19. https://ummaspul.e- journal.id/MGR /article/download/ 559/313/. Diakses pada tanggal 05 Oktober 2020.

 

Anonim. “Posisi pencapaian MDG'S di Indonesia”. Diakses pada tanggal 04 Oktober 2020. https://kespel.kemkes

.go.id/news/news_public/detail/37.

 

Anonim. “SDGs: Solusi Bersama Pulihkan Indonesia Pascapandemi Covid-19”. Diakses pada tanggal 04 Oktober 2020. https://www.bappenas.go.id/id/berita-dan-siaran-pers/sdgs-solusi-bersama-pulihkan-indonesia-pascapandemi-covid-19/.

 

Anonim. “Tujuan SDG”. Diakses pada tanggal 05 Oktober 2020. https://www.sdg2030indonesia. org /page/1-tujuan-sdg.

 

Antara. “Siswa SMK di Sumsel Diupayakan Magang Usai Pandemi”. Diakses padal tanggal 05 Oktober 2020. https://www.medcom.id /pendidikan/news- NLGO1vK-siswa-smk-di-sumsel-diupayakan-magang-usai-pandemi.

 

Anonim. “PKL Siswa SMK Tunggu Pandemi Covid-19 Berakhir”. Diakses pada tanggal 05 Oktober 2020. https://www.suarantb.com/pkl-siswa-smk-tunggu-pandemi-covid-19-berakhir/.        

 

Anonim. “Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga”. Diakses pada tanggal 05 Oktober 2020. https://kemkes.go.id /article/vie

w/17070700004/program-indonesia-s

ehat-dengan-pendekatan-keluarga.ht

.html.

 

He, F., Deng, Y., & Li, W. (2020). Coronavirus disease 2019: What we know? Journal of Medical Virology, 92(7), 719–725.