Volume 4, No. 5 May 2023

p-ISSN  2721-3854 | e-ISSN 2721-2769

DOI: 


 

KAJIAN  NORMATIF  LEMBAGA PEMASYARAKATAN  PADAT HUNI AGAR WARGA BINAAN MENJADI LEBIH SEHAT DAN PRODUKTIF SESUAI UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

 

Heman Jasher. P, Jeane Neltje Saly

Universitas Esa Unggul, Jakarta, Indonesia

Email: yap_jai@yahoo.com, jeanenovember@gmail.com

 

Abstrak:

Penelitian ini meneliti secara normatif Lembaga Pemasyarakatan yang melebihi kapasitas daya tampung dengan mengoptimalkan pembinaan dan pola hidup sehat yang tidak menyampingkan sisi Hak Azasi Manusia, Bisnis, Kesehatan dan aspek Digital dengan mengunakan prinsip ekonomi Professor Richard Allan Posner, Warga Binaan yang sehat mental dan psikologis akan mudah mendapat manfaat atas pembinaan dan pelatihan kewirausahaan sehingga menjadikan Sumber Daya Manusia yang lebih baik. Pemerintah nampaknya belum dapat mempertahankan penjara berkapasitas layak disertai pembinaan yang maksimal meskipun membagun Gedung-gedung Lembaga Pemasyarakatan hal ini dilihat dari kecenderungan mantan Warga Binaan ketika mengulangi perbuatan salah dan kembali masuk ke Lembaga Pemasyarakatan. Instansi terkait dalam hal ini penegak hukum perlu secara terpadu mendukung teknis Lembaga Pemasyarakatan agar Warga Binaan bertambah sehat jasmani dan rohani serta produktif misalnya Kepolisian, Kejaksaan juga Pengadilan dengan perannya mendukung agar kapasitas penjara layak huni tentu dengan cara tidak memaksakan untuk memproses atau menjerat, menuntut seseorang atas perkara yang tidak kuat fakta pidananya. Lembaga Pemasyarakatan padat huni sebagai rumusan permasalahannya adalah memastikan agar dapat membuat Warga Binaan menjadi lebih sehat dan lebih produktif, memastikan pola hidup Warga Binaan mengedepankan kesehatan fisik dan mental, memastikan Pembinaan dan pelatihan kerja disertai lingkungan yang sehat dapat membuat kepribadian Warga Binaan kelak manjadi lebih baik saat kembali hidup di itengah masyarakat. Era Industri 4.0 dimasa sekarang sudah waktunya menopang secara teknis Lembaga Pemasyarakatan sehingga Warga Binaan dalam berkegiatan akan terpantau secara digital selain ketersediaan kamera pengawas disetiap sudut dan finger scan saat melewati berbagai ruangan agar nampak aktifitas 24 jam akan menghasilkan rekap digital yang dapat digunakan sebagai bahan penilaian atau kredit point bagi Warga Binaan untuk memperoleh remisi tambahan, Warga Binaan juga berkesempatan bekerja diluar Lembaga Pemasyarakatan untuk mengembangkan pemahaman kewirausahaannya, secara tidak langsung telah ambil bagian mendukung industri 4.0, selanjutnya Warga Binaan yang telah bebas tentu dapat mengembangkan keahliannya ditengah masyarakat.

 

Kata Kunci: Kajian Normatif, Lembaga Permasyarakatan.

 

Abstract:

This thesis normatively examines Correctional Institutions that exceed their capacity by optimizing coaching and a healthy lifestyle that does not neglect the Human Rights, Business, Health and Digital aspects by using the economic principles of Professor Richard Allan Posner, Inmates who are mentally and psychologically healthy will easy to benefit from entrepreneurship coaching and training so as to make Human Resources better. It seems that the government has not been able to maintain proper capacity prisons accompanied by maximum guidance even though it has built prison buildings. This can be seen from the tendency of former convicts to repeat wrongdoing and re-enter the correctional institution. Relevant agencies, in this case law enforcers, need to integrate technical support for Correctional Institutions so that the Prisoners become physically and mentally healthy and productive, for example the Police, the Prosecutor's Office as well as the Courts with their role in supporting so that the prison capacity is livable of course by not forcing to process or ensnare, prosecute someone in cases where the criminal facts are not strong. Densely inhabited Correctional Institutions as a formulation of the problem are ensuring that inmates are able to make them healthier and more productive, ensuring that the lifestyle of the inmates prioritizes physical and mental health, ensuring coaching and work training accompanied by a healthy environment can make the personality of the inmates better in the future when he returned to live in the midst of society. Today's Industry 4.0 era is the time to technically support Correctional Institutions so that Prisoners in their activities will be digitally monitored in addition to the availability of surveillance cameras in every corner and finger scans when passing through various rooms so that 24-hour activities can be seen which will produce a digital recap which can be used as material for assessment or credit points for Prisoners to obtain additional remissions, Prisoners also have the opportunity to work outside the Penitentiary to develop their entrepreneurial understanding, have indirectly taken part in supporting industry 4.0. Furthermore, Prisoners who are free can certainly develop their skills in the community.

 

Keywords: Normative Studies, Correctional Institutions.

 

PENDAHULUAN

Penelitian ini beorientasi pada ilmu hukum dan bisnis dan tentu tidak mengesampingkan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 sebagai norma hukum dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 9) jo. Undang-undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 Republik Indonesia tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1660) yang telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1976 tentang Perubahan dan Penambahan Beberapa Pasal Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Bertalian Dengan Perluasan Berlakunya Ketentuan Perundang-undangan Pidana, Kejahatan Penerbangan, dan Kejahatan terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3080 (Hum et al., 2020).

Lembaga Pemasyarakatan dalam sistem peradilan pidana terpadu perlu melakukan pembaharuan yang menyelenggarakan penegakan hukum di bidang perlakuan terhadap tahanan, anak, dan keluarga binaan (Benuf & Azhar, 2020). Akan tetapi pada pembahasan ini penulis tidak menyinggung kelompok Warga Binaan dibawah umur atau tahanan anak dan pidana penjara yang sedang dialami wanita, mengingat pembahasan dalam penelitian ini adalah untuk Lembaga Pemayarakatan yang berada di luar kota yang diperuntukkan untuk Warga Binaan pria, sedang penjara yang berlokasi di idalam kota akan dsi atau dihuni oleh Warga Binaan wanita dan anak serta tahanan pria yang sedang menjalani proses persidangan di pengadilan dan menunggu dijatuhkannya vonis kepada mereka (Hidayat & Arifin, 2019).

Pemerintah Republik Indonesia mengalami suasi progresif yang semakin dunjukkan oleh tidak hanya bersumber dari atau sedang mempraktekkan isi Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 akan tetapi juga pada Pasal 28C ayat (1), dan Pasal 31 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tentu menjadikan norma hukum pula bagi pemerintah Republik Indonesia agar masyarakat semakin melek dan Internet dalam berkehidupan bernegara dan berbangsa.

Dalam rangka mewujudkan tujuan negara Republik Indonesia yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, negara berkewajiban memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui menjunjung tinggi nilai agama dan persatuan bangsa (Suyanto, 2023). Untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia dan untuk memenuhi kontribusi ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pembangunan nasional dan memenuhi hak azasi setiap orang dalam memperoleh manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi, perlu diatur sistem nasional ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan dalam perumusan kebijakan pembangunan agar mampu memperkuat daya dukung ilmu pengetahuan dan teknologi, serta meningkatkan daya saing dan kemandirian bangsa.

Maksud, tujuan dan penerapan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, adalah selain seorang Warga Binaan wajib menjalani hukumannya juga dituntut agar mampu melangsungkan kehidupannya yang bersifat sementara sesuai masa hukuman yang diterimanya di alam hal ini kehidupannya berada dibawah pengawasan dan bimbingan negara yang tentunya sejalan dan berpatokan pada Undang-Undang Dasar 1945.

Analisis Ekonomi Atas Hukum atau yang umumnya dikenal sebagai “Economic Analysis of Law” dianggap muncul pertama kali melalui pemikiran utilitarianisme. Beliau menguji secara sistemik bagaimana orang bertindak berhadapan dengan insentif hukum dan mengevaluasi hasil-hasilnya menurut ukuran kesejahteraan sosial (social welfare). Pemikiran utilitarianisme hukum Bentham tersebut tertuang dalam tulisan-tulisannya berupa analisis atas hukum pidana dan penegakannya, analisis mengenai hak milik (hukum kepemilikan), dan ’substantial treatment’ atas proses-proses hukum. Namun pemikiran ala Bentham tersebut terhenti hingga tahun 1960-an dan baru berkembang pada awal tahun 1970-an yang dipelopori pemikiran-pemikiran Ronald Coasei dengan artikelnya yang membahas permasalahan eksternalitas dan tanggung jawab hukum, Becker dengan artikelnya yang membahas kejahatan dan penegakan hukum, dengan bukunya mengenai hukum kecelakaan dan Posner dengan buku teksnya yang berjudul “Economic Analysis of Law” dan penerbitan “Journal of Legal Studies”.

 

 

METODE

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif yaitu mengkaji dan menguji data berdasarkan data sekunder. Data sekunder yang digunakan didalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer yang berupa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji Disamping itu bahan hukum sekunder berupa buku-buku karangan ilmiah dari para ahli dan beberapa bahan hukum tersier, dimana bahan hukum tersier merupakan bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Upaya Mengurangi Kepadatan Warga Binaan dalam Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia Saat Ini

Pelatihan kerja sebagai bentuk pembinaan, Kondisi Kepadatan Warga Binaan dalam Lembaga Permasyarakatan di Indonesia. Warga Binaan dibina di Lembaga Pemasyarakatan merupakan hak bagi Warga Binaan untuk mendapatkan pembinaan untuk bertaubat dan menjadi warga negara yang baik. Pemberian hak kepada Warga Binaan untuk mendapat pembinaan tersebut merupakan bentuk perlindungan dan pengakuan hak Azasi manusia sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Pasal 1 ayat 3, yang berbunyi bahwa “Negara Indonesia adalah Negara hukum.”19 Makna yang terkandung Negara hukum ialah adanya pengakuan dan penjaminan unsur perlindungan dan pengakuan terhadap hak Azasi manusia (Karsono & Syauket, 2021).

Warga Binaan memperoleh pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan untuk dapat berubah menjadi baik dan derima kembali ke dalam lingkungan masyarakat adalah hak dari Warga Binaan dan hak dari warga masyarakat mendapatkan rasa aman dari pelaku tindak pidana yang berubah menjadi baik. Proses tersebut merupakan bagian kebijakan kriminal dalam upaya menanggulangi kejahatan dan perlindungan masyarakat.

 

Bentuk-bentuk Kebijakan dalam Upaya Mengurangi Kepadatan Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Saat Ini

Upaya mengurangi kepadatan Warga Binaan dapat diartikan sebagai upaya negara dalam hal ini pemerintah melalui kebijakan kriminal (Musfiroh, 2021). Akar penyebab tingginya tingkat penjatuhan pidana penjara dan kepadatan di Lembaga Pemasyarakatan hanya dapat diatasi secara berkelanjutan jika dianalisis dan dipa Hak Azasi Manusiai dengan akurat dan komprehensif (Qamar et al., 2017). Jika kebijakan kriminal mengenai penanggulangan kejahatan dan peradilan pidana benar-benar komprehensif, menangani semua aspek yang relevan, bukan hanya faktor masalah yang terka peradilan pidana. Menganalisis secara komprehensif penyebab khusus dari kepadatan Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan dalam konteks apapun dan mengatasi penyebab yang mendasari kejahatan dan hukuman penjara adalah penting bagi keberhasilan strategi jangka panjang yang bertujuan untuk mengurangi tingkat kepadatan Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan dan penjatuhan pidana penjara. Faktor ini diakui oleh Rekomendasi yang diusulkan dalam The Seventh united Nations Congres on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders (1985 di iMilan, alia).

Kebijakan reintegrasi bagian dari sistem peradilan pidana dan merupakan amanat dari peraturan perundang-undangan (CAROLINE, 2019). Kebijakan mempercepat reintegrasi yang mempercepat Warga Binaan keluar dari Lembaga Pemasyarakatan akan mengurangi pengaruh budaya penjara (prisonisasi) yang cenderung negative disamping mengurangi kepadatan, juga akan mengurangi biaya makan dan perawatan Warga Binaan sehingga dapat menekan pengeluaran negara.

 

Upaya Mengurangi Kepadatan Warga Binaan dalam Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia yang Akan Datang

Perumusan Good Time Allowance sebagai upaya mengurangi kepadatan Warga Binaan dalam Lembaga Pemasyarakatan di beberapa Negara asing. Kajian perbandingan merupakan usaha untuk menemukan gagasan di dalam melakukan perkembangan hukum yang dikehendaki. Perbandingan hukum juga merupakan suatu studi atau kajian perbandingan mengenai konsepsi-konsepsi intelektual yang ada di balik instusi/Lembaga hukum yang pokok dari atau beberapa sistem hukum asing, sebagaimana pendapat E. Ewald, bahwa perbandingan hukum pada hakikatnya merupakan kegiatan yang bersifat filosofis (comparative law is an essentially philosohical activy) (Arief, 2010).

Penulis memberikan ide program pembinaan good time allowance sebagai sumbangan pembaharuan hukum pidana bidang pelaksana pidana untuk menanggulangi kepadatan Warga Binaan. Upaya alternatif lain mengurangi/pemotongan lama Warga Binaan menjalani pidana penjara. Model Good Time Allowance ini bisa dijadikan cara untuk mengurangi adanya kepadatan Lembaga Pemasyarakatan yang selama ini terjadi dan juga mengarahkan pada sisi pelaku (Warga Binaan) selama dalam pembinaan di Lembaga pemsyarakatan mempunyai hak untuk mengajukan pengurangan masa pidana dengan melakukan pekerjaan yang baik tersebut (BEBAS, n.d.). Good Time Allowance dapat digunakan dalam kebijakan kriminal dalam menanggulangi kejahatan dengan hukum pidana dengan tujuan perbaikan individu Warga Binaan dengan diberikan motivasi untuk berubah memperbaiki kepribadiannya menjadi baik di Lembaga Pemasyarakatan. Hal tersebut sesuai tujuan pemidanaan dan tujuan Pemasyarakatan (Nainggolan, 2018).

 

Pengurangan masa Pidana

Pengurangan masa pidana dengan melakukan suatu pekerjaan baik dapat dijadikan sebagai sarana preventif (pencegahan) bagi Warga Binaan untuk mengulangi tindak pidana, karena selama menjalani pembinaan setiap Warga Binaan termotivasi dengan melakukan suatu pekerjaan baik (Ningsih, 2019). Pengurangan masa menjalani pidana dengan melakukan suatu pekerjaan baik merupakan ketentuan pelaksana pidana penjara melalui program pembinaan Warga Binaan di dalam maupun di luar Lembaga Pemasyarakatan dengan melakukan program pekerjaan di itempat yang disediakan pemerintah atau Lembaga sosial (Kusumawati, 2019). Upaya hukum tidak akan menghentikan pemberian pengurangan masa menjalani pidana dengan melakukan suatu pekerjaan baik. Pengurangan masa menjalani pidana dengan melakukan suatu pekerjaan baik tidak diberikan kepada Warga Binaan yang melarikan diri, Warga Binaan sak mental dan bagi Warga Binaan yang diancam dengan pidana minimum khusus (Sholehuddin, 2003). Warga Binaan yang diancam dibawah pidana 1 tahun atau pidana kurungan dan untuk pembinaan di luar Lembaga Pemasyarakatan tidak untuk Warga Binaan yang diancam dibawah 5 tahun pidana penjara.

Pemerintah saat ini mekukan antisipasi mengatasi over kapasas ini hanya sebatas membangun Gedung Lembaga Pemasyarakatan baru (Kusumawati, 2022). Namun, solusi ini tidak serta merta menyelesaikan permasalahan tersebut karena jumlah penghuni pun terus bertambah sedangkan pembangunan rutan dan Lembaga Pemayarakatan baru kadang terbentur dengan anggaran dana yang ada pembinaan masyarakat di dalam Lembaga Pemayarakatandan rutan tidak maksimal karena Lembaga Pemayarakatan penuh sesak, sementara jumlah petugas pembina di penjara sangat kurang (Mattayang, 2019).

Penulis berdasarkan hal tersebut, dasar sebagai rekomendasi bertumpu pada semangat mereduksi logika pemenjaraan yang selama ini terpatri dalam alam pikir pembentuk undang-undang dan terutama aparat penegak hukum (Rahardjo, 2009). Mengedepankan peluang alternatif pemidanaan  non-pemenjaraan dalam beberapa aspek justru membuka hadirnya restorative justice yang lebih menekankan perbaikan bagi korban, pelaku dan masyarakat. Agar hal ini bisa berjalan dengan baik maka penulis merekomendasikan beberapa hal :

1)  bersama Pemerintah sebagai pembentuk Undang-undang untuk mulai memerhatikan pembahasan mengenai kebijakan alternatif pemidanaan non-pemenjaraan sebagai solusi atas masalah overcrowded.

2)  Pemerintah agar segera melaksanakan evaluasi terhadap pelaksanaan alternatif pemidanaan non-pemenjaraan yang selama ini sudah berlangsung danmelakukan perbaikan serta segera menyediakan kebutuhan-kebutuhan yang seharusnya ada untuk dapat melaksanakan ketentuan alternatif pemidanaan non-pemenjaraan dengan maksimal. Kebutuhan ini mencakup aturan pelaksana yang bersifat teknis, infrastruktur sarana prasarana dan tidak melulu berpikir pemenjaraan.

3)  Penegak hukum diharapkan dapat memaksimalkan penggunaan alternatif pemidanaan non-pemenjaraan sebagai upaya mengurangi overcrowded dan upaya untuk mendorong keberadaan restorative justice dalam sistem peradilan pidana. Seperti diketahui, salah satu alasan pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 karena Lembaga Pemasyarakatan sudah penuh di alam draft revisi Peraturan Pemerintah tersebut dikatakan pula bahwa ketentuan Justice Collaborator sebagai syarat remisi bagi pelaku korupsi, terorisme dan narkotika dihilangkan

 

Pembinaan bisnis Warga Binaan

Pada pasal 1 butir (3) UU No.12 Tahun 1995 dijelaskan bahwa Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melakukan suatu kegiatan pembinaan untuk Warga Binaan dan anak didik Pemasyarakatan di Indonesia. Pemasyarakatan memiliki fungsi untuk menyiapkan warga binaan Pemasyarakatan berintegrasi dengan masyarakat sehingga warga binaan Pemasyarakatan ini dapat derima secara baik oleh masyarakat. Lembaga Pemasyarakatan menjadi tempat untuk melakukan pembinaan bagi warga binaan Pemasyarakatan untuk memberikan pendidikan dan pelatihan kepada Warga Binaan untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan agar menyadari kesalahan yang telah dilakukan, memperbaiki diri, dan tidak menggulangi tindak pidana lagi (Hiariej, 2016). Pentingnya sebuah peran Lembaga Pemasyarakatan sebagai wadah pembinaan untuk Warga Binaan yang mampu memberikan sebuah pendidikan dan pelatihan sehingga program pembinaan berjalan sesuai dengan yang diharapkan (Priyatno, 2006).

Pelaksanaan program pembinaan untuk Warga Binaan ini sangatlah penting untuk mengembalikan Warga Binaan kepada masyarakat tidak hanya bersifat material maupun spirual saja melainkan keduanya harus berjalan seiringan (Rizqia, 2022). Pembinaan  pada Lembaga Pemasyarakatan diharapkan mampu menciptakan mental dan kepribadian yang baik untuk Warga Binaan di alam pelaksanaan pembinaan diperlukan kerjasama terhadap komponen-komponen yang bersangkutan untuk menunjang keberhasilan suatu proses pembinaan Warga Binaan. Pelaksanaan pembinaan Warga Binaan ini dikeluarkan oleh Departemen Kehakiman berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.002-PK.04.10 Tahun 1990, tentang pola pembinaan Warga Binaan dapat dibagi ke dalam 2 (dua) bidang yakni:

 

Pembinaan kepribadiaan meliputi: (a) Pembinaan kesadaran beragama. (b) Pembinaan kemampuan intelektual (kecerdasan). (c) Pembinaan berbangsa dan bernegara. (d) Pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat. (e) Pembinaan kesadaran hukum. Pembinaan kemandirian diantaranya: Keterampilan untuk membantu usaha mandiri. Misalnya (a) kerajinan tangan, industri dalam rumah tangga, pelatihan reparasi mesin dan alat alat elektronik dan sejenisnya. (b) Keterampilan untuk usaha industri kecil. Misalnya pengelolaan bahan mentah dari hasil pertanian dan bahan alam menjadi bahan setengah jadi dan menjadi bahan jadi. (c) Keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan minat dan bakat para Warga Binaan masing-masing. (d) Keterampilan untuk mendukung suatu usaha industri maupun kegiatan pertanian (perkebunan) dengan menggunakan teknologi madaya atau teknolgi tinggi. Misalnya percetakan, industri pangan, dan pabrik kul.

 

KESIMPULAN

Hasil optimal yang diperoleh baik bermanfaat bagi para warga binaan maupun bermanfaat bagi petugas Lembaga Pemasyarakatan tentu tidak terlepas dari kondisi kesehatan dari warga binaan dan kegiatan positif di dalam Lembaga Pemasyarakatan yang terprogram yakni mewujudkan masyarakat baru yang mandiri melalui berbagai corak pembinaan yaitu pembinaan kepribadian menuju manusia sehat antara lain: 1). Pendidikan Mental dan kesehatan psikologis, yaitu pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara, pembinaan kemampuan intelektual, pembinaan kesadaran hukum serta berintegrasi dengan masyarakat. 2). Pembinaan Spirual, mencakup pembinaan dan pembekalan sesuai agama, keyakinan dan kepercayaan masing-masing warga binaan. 3). Pembinaan Jasmani, kegiatan olah raga dan latihan serta perlombaan olah raga misalnya terdiri dari cabang olahraga Volley ball, bulu tangkis dan tenis meja dan lain sebagainya.

 

BIBLIOGRAFI

Arief, B. N. (2010). Perbandingan Hukum Pidana.

 

Bebas, D. A. N. C. B. (N.D.). Syarat Dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang.

 

Benuf, K., & Azhar, M. (2020). Metodologi Penelitian Hukum Sebagai Instrumen Mengurai Permasalahan Hukum Kontemporer. Gema Keadilan, 7(1), 20–33.

 

Caroline, L. (2019). Pelaksanaan Program Kewirausahaan Dalam Menumbuhkan Jiwa Wirausaha Siswa Di Smk Negeri 6 Palembang. Universitas Islam Negeri Raden Fatah.

 

Hiariej, E. O. S. (2016). Prinsip-Prinsip Hukum Pidana. Cahaya Atma Pustaka.

 

Hidayat, A., & Arifin, Z. (2019). Politik Hukum Legislasi Sebagai Socio-Equilibrium Di Indonesia. Jurnal Ius Constituendum, 4(2), 147–159.

 

Hum, M., Manan, H. A., & Ip, S. (2020). Dinamika Politik Hukum Di Indonesia. Kencana.

 

Karsono, B., & Syauket, A. (2021). Buku Ajar Mata Kuliah" Metode Penelitian Hukum Dan Teknik Penulisan Skripsi".

 

Kusumawati, E. (2019). Minat Beli Produk Ramah Lingkungan Sebagai Dampak Dari Implementasi Green Advertising. Jurnal Kajian Ilmiah, 19(1), 57. Https://Doi.Org/10.31599/Jki.V19i1.394

 

Kusumawati, E. (2022). Analisis Swot Faktor Penyebab Penurunan Jumlah Peserta Didik Lembaga Paud Di Kabupaten Bogor. Tarbiatuna: Journal Of Islamic Education Studies, 2(2), 88–96. Https://Doi.Org/10.47467/Tarbiatuna.V2i2.660

 

Mattayang, B. (2019). Tipe Dan Gaya Kepemimpinan: Suatu Tinjauan Teoritis. Jemma (Journal Of Economic, Management And Accounting), 2(2), 45–52.

 

Musfiroh, S. (2021). Peran Kompetensi Kewirausahaan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Guru Pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Gembong Pati Tahun Pelajaran 2020/2021. Unisnu Jepara.

 

Nainggolan, I. (2018). Tanggung Jawab Pidana Bagi Pelaku Usaha Yang Menggunakan Bahan Tambahan Pangan ( Btp ) Berbahaya Pada Produk Pangan. Edutech, 4(2), 81–90. File:///C:/Users/User/Downloads/Documents/2429-4074-1-Pb.Pdf

 

Ningsih, A. S. (2019). Implikasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Pada Pelaku Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (Umkm). Jurnal Penelitian Hukum De Jure, 19(2), 207–215.

 

Priyatno, D. (2006). Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia. Refika Aditama.

 

Qamar, N., Syarif, M., Busthami, D. S., Hidjaz, M. K., Aswari, A., Djanggih, H., & Rezah, F. S. (2017). Metode Penelitian Hukum (Legal Research Methods). Cv. Social Politic Genius (Sign).

 

Rahardjo, S. (2009). Penegakan Hukum: Suatu Tinjauan Sosiologis.

 

Rizqia, N. M. (2022). Analisis Putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung No. 608/Pid. B/2019/Pn. Blb Tentang Pembunuhan Dan Penganiayaan Yang Mengakibatkan Luka Berat Dalam Perspektif Penitensier. Uin Sunan Gunung Djati Bandung.

 

Sholehuddin, M. (2003). Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana: Ide Dasar Double Track System & Implementasinya.

 

Suyanto, S. H. (2023). Metode Penelitian Hukum Pengantar Penelitian Normatif, Empiris Dan Gabungan. Unigres Press.

 

 

Copyright holder:

Heman Jasher. P, Jeane Neltje Saly (2023)

 

First publication right:

Jurnal Syntax Transformation

 

This article is licensed under: